Hakim Tegaskan Kewenangan Jaksa dalam Kasus Korupsi Importasi Gula
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menegaskan bahwa pemanggilan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi importasi gula merupakan kewenangan penuh jaksa penuntut umum. Hakim anggota Ali Muhtarom menjelaskan bahwa sesuai asas dominus litis, jaksa memiliki kendali mutlak dalam proses penuntutan, mulai dari tahap prapenuntutan hingga eksekusi putusan. Dengan demikian, majelis hakim tidak memiliki kewenangan untuk menentukan siapa yang harus dituntut dalam kasus tersebut.
Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap keberatan penasihat hukum mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, yang mempertanyakan mengapa hanya dirinya yang menjadi terdakwa dalam perkara ini. Menurut hakim, jika memang ada pihak lain yang seharusnya bertanggung jawab, hal itu merupakan ranah jaksa penuntut umum. Selain itu, majelis hakim juga menegaskan bahwa perbedaan antara tempus perkara dalam surat dakwaan dan surat perintah penyidikan (Sprindik) adalah kewenangan jaksa.
Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa telah merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar karena menerbitkan izin impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian. Izin tersebut diberikan kepada perusahaan yang tidak memiliki wewenang mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih. Selain itu, Tom Lembong juga disebut tidak menunjuk badan usaha milik negara (BUMN) dalam stabilisasi harga gula, tetapi memilih koperasi yang tidak memiliki kapasitas dalam pengelolaan impor gula.
Atas perbuatannya, Tom Lembong didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia sendiri mempertanyakan mengapa hanya dirinya yang didakwa, sedangkan kebijakan serupa juga dilakukan oleh para Menteri Perdagangan setelahnya. Ia menegaskan bahwa jika kasus ini mencakup periode 2015–2023, maka seharusnya semua menteri perdagangan dalam periode tersebut ikut diperiksa.