Kasus Suap Proyek OKU: Anggota DPRD Desak Fee, Kadis PUPR Siap Cairkan Sebelum Lebaran
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan enam individu yang diduga terlibat dalam kasus suap serta pemotongan anggaran proyek di Dinas PUPR Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. KPK mencurigai tiga anggota DPRD OKU yang meminta fee proyek kepada Kepala Dinas PUPR OKU menjelang Hari Raya Idul Fitri.
“Menjelang Idul Fitri, anggota DPRD yang diwakili oleh Ferlan Juliansyah dari Komisi III, M Fahrudin, serta Umi Hartati, menuntut fee proyek kepada Nopriansyah, yang dijanjikan akan diberikan sebelum Lebaran,” ungkap Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Kesepakatan terkait fee 20 persen dari proyek di Dinas PUPR OKU ini disepakati saat pembahasan APBD OKU pada Januari 2025. Nopriansyah kemudian mengatur pemenang dari sembilan proyek, di mana para pemenang wajib menyerahkan commitment fee sebesar 22 persen; 20 persen untuk anggota DPRD OKU dan 2 persen untuk Dinas PUPR OKU.
KPK menduga penagihan fee dilakukan dalam pertemuan yang turut dihadiri Pejabat Bupati OKU dan Kepala BPKD. Salah satu pengusaha bernama Fauzi yang memenangkan proyek PUPR, mengurus pencairan uang muka pada 11-12 Maret 2025. Pada 13 Maret, Fauzi mencairkan dana di bank daerah dan menyerahkan Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bagian dari commitment fee. Sebelumnya, Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari pengusaha Ahmad Sugeng Santoso.
Pada 15 Maret 2025, KPK melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) dan menemukan uang sebesar Rp 2,6 miliar yang diduga sebagai fee proyek yang telah diterima Nopriansyah.
Enam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka meliputi:
- Ferlan Juliansyah (Anggota Komisi III DPRD OKU)
- M Fahrudin (Ketua Komisi III DPRD OKU)
- Umi Hartati (Ketua Komisi II DPRD OKU)
- Nopriansyah (Kepala Dinas PUPR OKU)
- M Fauzi alias Pablo (pihak swasta)
- Ahmad Sugeng Santoso (pihak swasta)
Atas perbuatannya, Ferlan, Fahrudin, Umi, dan Nopriansyah dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b serta Pasal 12 f dan 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hukuman maksimal yang diancamkan adalah 20 tahun penjara.
Sementara itu, Fauzi dan Ahmad dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yang mengatur sanksi bagi pemberi suap dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.