Pemerintah Singapura Diminta Memahami Kondisi Nelayan Tradisional Batam Yang Terancam

Insiden yang melibatkan nelayan tradisional Batam dan polisi laut Singapura memicu seruan agar pemerintah Singapura lebih memahami kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh nelayan lokal. Kejadian ini menyoroti pentingnya dialog dan pemahaman antara kedua negara terkait hak-hak nelayan di perairan perbatasan.

Pada akhir Desember 2024, beberapa nelayan dari Belakang Padang, Batam, mengalami intimidasi dari kapal patroli Polisi Maritim Singapura saat melaut di sekitar Pulau Nipah. Video yang merekam insiden tersebut viral di media sosial, menunjukkan bagaimana kapal patroli Singapura menciptakan gelombang besar yang mengakibatkan salah satu nelayan terjatuh ke laut. Insiden ini menimbulkan keresahan di kalangan nelayan lokal yang merasa terancam saat beroperasi di perairan mereka sendiri.

Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah Kepulauan Riau (BP2D Kepri) telah menghubungi Konsulat Jenderal Singapura untuk meminta klarifikasi mengenai tindakan polisi laut tersebut. Kepala BP2D Kepri, Doli Boniara, menyatakan bahwa tindakan intimidasi semacam itu sangat berbahaya bagi keselamatan nelayan tradisional yang hanya menggunakan kapal kecil untuk mencari ikan. Doli menekankan perlunya komunikasi yang lebih baik antara kedua negara untuk mencegah insiden serupa di masa depan.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepri, Distrawandi, juga menyuarakan kekecewaannya terhadap tindakan polisi laut Singapura. Ia menegaskan bahwa meskipun mungkin ada pelanggaran batas wilayah, cara penegakan hukum harus dilakukan dengan lebih manusiawi dan tidak membahayakan nyawa nelayan. Distrawandi menyatakan bahwa edukasi tentang batas wilayah perlu ditingkatkan untuk mencegah ketidakpahaman yang dapat berujung pada konflik.

Dalam konteks ini, penting bagi kedua negara untuk memperkuat dialog diplomatik guna memastikan perlindungan hak-hak nelayan tradisional. Pemerintah Indonesia berharap agar Singapura dapat lebih memahami kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh nelayan lokal, serta memberikan solusi yang adil bagi semua pihak. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan hubungan bilateral tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi nelayan di perairan perbatasan.

Dengan adanya insiden ini, tahun 2025 diharapkan dapat menjadi momentum bagi Indonesia dan Singapura untuk memperbaiki hubungan dan memahami kondisi masing-masing. Memastikan keselamatan nelayan tradisional Batam adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan kerjasama dan komunikasi yang baik antara kedua negara. Semua pihak kini diajak untuk berkontribusi dalam menciptakan solusi yang saling menguntungkan demi kesejahteraan masyarakat perbatasan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *