Humanisme dalam Penanganan Demonstrasi: Legislator Minta Aparat Tidak Bertindak Represif
Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta aparat kepolisian menggunakan pendekatan yang lebih humanis dalam menangani aksi demonstrasi mahasiswa yang menolak revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Pernyataan ini disampaikan setelah insiden kekerasan yang menyebabkan belasan mahasiswa terluka saat unjuk rasa beberapa hari lalu. Abdullah menegaskan bahwa aparat keamanan tidak boleh bertindak sewenang-wenang dalam membubarkan demonstrasi. Ia mengingatkan bahwa tugas kepolisian adalah mengayomi masyarakat, bukan justru bertindak represif terhadap mereka yang menyampaikan pendapat di ruang demokrasi.
Demonstrasi yang berlangsung di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Kamis (20/3) berakhir ricuh saat aparat mulai membubarkan massa. Akibatnya, beberapa mahasiswa mengalami luka-luka akibat pukulan dan pentungan polisi. Beberapa korban bahkan harus mendapatkan perawatan medis, termasuk tiga mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang dilarikan ke RS Tarakan dan enam lainnya ke RS Pelni. Insiden ini semakin memicu kecaman setelah seorang pengemudi ojek online yang berada di sekitar lokasi turut menjadi korban salah sasaran aparat, menyebabkan kepalanya terluka. Video kejadian tersebut pun viral di media sosial.
Abdullah menegaskan bahwa mahasiswa memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan aspirasi mereka. Oleh karena itu, ia mengimbau pimpinan Polri untuk memberikan arahan tegas kepada personelnya agar mengedepankan pendekatan damai dalam menangani aksi demonstrasi. Langkah-langkah represif, menurutnya, hanya akan memperkeruh situasi dan mencoreng nama baik institusi kepolisian. Di sisi lain, ia juga mengingatkan mahasiswa agar tetap menyampaikan pendapat secara damai dan menghindari tindakan anarkis. Abdullah berharap seluruh elemen masyarakat menjaga kondusivitas, terutama di bulan suci Ramadan, demi stabilitas dan ketertiban nasional.